Dalam konser tersebut, karya-karya dari pria yang bermusik bersama God Bless, Giant Step, dan sejumlah grup musik lain ini akan dimainkan oleh musisi rock lintas generasi, mulai dari Nicky Astria, Andy /RIF, Ariyo Wahab, Budi Cilok, hingga Setiawan Djody.
Ada kegelisahan yang mendasar yang dirasakan Yockie Suryo Prayogo sebagai seorang musisi senior akan industri musik masa sekarang. Dari kegelisahan itu pula rencana konser tersebut berangkat.
Baginya, musik adalah hal yang penting dan menjadi napas bagi kehidupan sehingga pantas diperjuangkan agar dianggap sebagai sebuah produk budaya, bukan hanya hiburan semata.
"Kalau bisa jadi produk budaya kesempatan untuk bisa berkembang akan luas, akan terfasilitasi dan terbuka karena akan ada keterlibatan pemerintah, penyelenggara negara, stakeholder. Tapi kalau selalu masih dianggap hiburan, maka persoalannya hanya sampai yang laku dan ngga laku aja," ungkapnya saat ditemui di Menara Bank Mega, Kawasan Terpadu Transmedia, Jl. Kapten Tendean, Jakarta Selatan, Selasa (4/10/2017).
Sore itu Yockie datang mengenakan kemeja jeans dan kaus berwarna hitam. Di usia yang sudah tidak muda lagi, pencipta lagu 'Kehidupan' ini masih terlihat berapi-api dan bergairah ketika bicara mengenai musik.
Di usia yang matang dengan banyak fase kehidupan yang telah dilaluinya, Yockie Suryo Prayogo rupanya masih belum mau untuk berhenti merasa gelisah dan bertanya.
Yockie menganggap, musik adalah sebuah elemen penting bagi kehidupan sekaligus media menyampaikan pesan bagi para musisi. Atas dasar itulah, ia menolak bila musik anggap sebagai hal yang remeh temeh.
"Kalau kamu pahami, musik itu bukan sekedar hiburan, musik itu ilmu pengtahuan loh, kalau kamu blank nggak ada daya, tidak punya kemampuan untuk ngapa-ngapain, denger musik, kamu terinspirasi kan. Jadi musik itu memotivasi kerja otak kiri-kanan secara seimbang. Musik itu adalah kehidupan, kehidupan kita semua," tuturnya lagi.
detikHOT berkesempatan untuk berbincang dengan Yockie Surya Prayogo tentang hal-hal apa saja yang tengah menjadi perhatiannya di industri musik saat ini. Ia menuturkan banyak hal, mulai dari era perkembangan teknologi, pandangannya tentang musisi Indonesia yang justru menulis liriknya dalam bahasa Inggris, hingga makna menjilat matahari yang menjadi judul konsernya.
Kemajuan Teknologi dan Pola Pikir Pragmatis
Isu kemajuan teknologi dan era digital memang tidak bisa lepas dari musik. Yockie Suryo Prayogo mengakui, segala kemajuan teknologi tersebut turut membawa hal positif bagi dunia musik di Tanah Air.
"Musik tahun 70, 80, 90-an itu narasinya ke-Indonesia-annya kuat, tapi memang dari segi instrumentasi ketinggalan, karena teknologi belum seperti sekarang, informasi belum seperti sekarang, pendidikan musik belum seperti sekarang. Hari ini ketika terjadi globalisasi, digitalisasi, informasi pesat, teknologi pesat, jadi unsur nadanya (maju) pesat," kata Yockie.
Sayangnya, masih ada kekhawatiran yang ia rasakan. Yang membuatnya resah bukan permasalah penjualan fisik, pembajakan, hingga maraknya musik eletronika yang sering kali menjadi isu yang diperbincangkan ketika menyoal digitalisasi dan teknologi.
Yang menjadi perhatiannya justru datang dari lagu itu sendiri, bukan wacana-wacana lain yang menglingkup sebuah lagu.
"Saya merasa, (lagu sekarang) narasinya ketinggalan. Narasi itu maksudnya memahami persoalan. Ini terefleksi kepada kita ketika digitalisasi masuk ke industri, ketika informasi masuk, orang justru berjarak dengan realita, dengan alam, dengan kehidupannya," ujarnya.
Meski di era digital ini, informasi bisa berkembang dengan begitu cepat dan bisa membuat sejumlah musisi potensial bisa 'ditemukan' dengan mudah, namun informasi yang masuk dan kecepatan, baginya bak dua sisi mata uang.
Di satu sisi memiliki keuntungan, di sisi lain, manusia jadi kehilangan waktu luang untuk memikirkan hal-hal yang masuk ke dalam pikirannya secara mendalam.
"Orang sekarang kan bangun tidur udah punya kegiatan rutin yang tekstual dan matematis, udah nggak ada ruang perenungan lagi, nggak ada ngelamun lagi. Itu bagian daripada narasi. Ketika kita mengenal alam, lingkungan, masyarakat, kita punya persoalan, itu kan narasi, apakah cinta, politik, apa ajalah, ini yang tidak tergali karena zamannya udah membuat orang sibuk dengan hal-hal yang pragmatis," urai Yockie.
"Cuma yang harus disadari ini ada hal-hal yang merugikan kita sebagai manusia. Kalau kita udah kehilangan sensitivitas dengan lingkungan kita jadi selfish, kita jadi mikirin diri sendiri. Terhadap lingkungan pun kita smakin berjarak," sambungnya.
Perubahan memang terjadi di segala aspek selepas era 1990-an berganti menjadi dekade 2000-an. Pasca reformasi, bukan hanya perkembangan teknologi dan digitalisasi, tumbangnya orde baru membuat kondisi sosio-politik Indonesia pun tak lagi sama.
Pada masanya, sejumlah lagu-lagu perlawanan dilantunkan sebagai bentuk dari protes sosial. Kini, setelah kondisi politik berubah, adakah pengaruhnya terhadap isi dari narasai-narasi yang diperbincangkan dalam sebuah lagu?
"Tidak. Saya rasa ini karena digital. Ini semua konsekuensi pada era digital yang paradigma baru, kultur baru sama sekali. Mereka seolah-olah tahu sebelom ini masa gelap, kacau. Tahun 60, 70, 80-an itu kacau, mereka tahu, tapi nggak mau tahu lagi, nggak mau pusing. Saya mau hidup hari ini, lebih baik buat besok. Itu sikap yang positif. Cuma kalo kamu menutup mata terhadap apa yang terjadi di tahun 70-an kamu nggak akan tahu darimana kamu berangkat. Itu juga kerugian. Itu satu hal yang keliru juga. Ini yang saya lihat sekarang," jawabnya.
Yockie melihat, sebagian orang dari generasi sekarang cenderung 'malas' untuk memikirkan hal-hal yang 'berat'. Cenderung malas pula untuk mencaritahu apa yang terjadi di masa lalu.
Padahal, menurutnya, belajar dari masa lalu adalah hal yang penting agar generasi kini tak lagi mengulangi kesalahan yang terjadi di belakang. "Kalau kamu mau melupakan masa lalu, kamu nggak tahu hari ini kamu dimana," katanya.
Ia mengadaikannya dengan contoh bagaimana orang tua mendidik anaknya. Ketika kita merasa ada yang salah dari cara orang tua kita mendidik kita, bagi Yockie, tidak seharusnya cara itu dilupakan begitu saja.
Ia memandang, seharunya kita bisa belajar dari kesalahan tersebut agar tidak mengulanginya lagi ketika mendidik anak kita kelak.
"(Misalnya) orang tua gue salah dulu, didik gue, kalau misalnya saya tanya, "Kenapa nggak boleh?" (jawabnya) "Udah kamu tanya kaya gitu," misalkan kan gitu doktrin-doktrin masa lalu. Itu betul, orang tua kita salah. Tapi kan ada alasan kenapa orang tua kita salah, ya kita maafkan. Cuma kita nggak boleh lupa kalau orang tua kita mendidik gitu, jangan kita ulangi mendidik anak kita seperti itu. Tapi kita tahu alasannya apa, kalau nggak tahu alasannya ya susah dong?" jelasnya lagi.
Menulis dalam Bahasa Indonesia
Yockie Suryo Prayogo tak lantas memandang semua genarasi muda sepenuhnya berlaku seperti apa yang ia khawatirkan. Memang ada beberapa musisi yang memiliki narasi kuat dalam hal lirik.
Yang Yockie sayangkan, kini banyak musisi muda yang justru menulis lagu dalam bahasa Inggris atau bahasa asing. Menurutnya, ini adalah sebuah persoalan lain lagi.
Perbedaan rasa yang dimiliki oleh bahasa, bagi Yockie, membuat pesan dari sebuah lagu tidak tersampaikan dengan baik. Ia melihat ada hal yang absen dari lagu-lagu karya musisi Indonesia, yang bercerita tentang permasalahan di Indonesia, yang dilantunkan dalam bahasa Inggris.
Yockie menganggap bahasa adalah identitas. Maka itu, menurutnya, sebaiknya musisi Indoensia menulis lagu dengan menggunakan bahasa Indonesia.
"Itu salah satu apa ya, paradoks, karena biar bagaimana pun juga bahasa bukan sekedar alat komunikasi. Bahasa itu budaya, kultur, kepribadian, ketika kamu bicara, kamu merepresentasikan kepribadian kamu," ujar Yockie.
Ia menambahkan, musik dan nada memang adalah satu hal yang universal, namun bahasa tidak. Untuk dapat menikmati lagu, pendengar tidak harus bisa mengerti bahasa apa yang digunakan sebagai lirik dari lagu tersebut. Namun untuk mengerti maknanya, tentunya lirik dan bahasa menjadi bagian penting.
"Seolah-olah, bahasa kan universal. Enggak, bahasa nggak universal. Bahasa itu kebudayaan kok, karakter kita , kepribadian kita, kalau bahasa universal, sama dong semua orang. Hidup di Jawa aja beda kok, di bahasa Jawa aja beda kok. Ada Jawa Tengah, Jawa Timur, sudah beda karakternya," jelasnya.
"Substansi maknanya itu beda, frasanya itu beda. Jadi sefasih-fasihnya orang berbahasa Inggris, kalau dia mau menyampaikan persoalan hidupnya dia, nggak akan bisa kalau dia orang Indonesia," sambungnya.
Pria kelahiran Demak, 14 September 1954 ini menambahkan, permasalahan yang di hadapi oleh masyarakat Indonesia, tentunya berbeda dengan permasalahan negara lain.
"kesenjangan sosial di Indonesia kan berbeda dengan kesenjangan sosial di Amerika. (membicarakan) kesenjangan sosial di Indonesia karena faktor politik dalam bahasa Inggris, nggak nyambung," tuturnya.
Itu juga menjadi alasan mengapa, baginya, jika musisi menggunakan bahasa Inggris untuk memperluas menjadi langkah yang kurang tepat. Menurutnya, pendengar di luar negeri tidak mengalami hal yang sama dengan apa yang terjadi di Indonesia.
Ketika Yockie Suryo Prayogo 'Menjilat Matahari'
Setelah menguraikan segala kegelisahannya mengenai industri musik Tanah Air era kini, Yockie Suryo Prayogo kembali membicarakan soal rencana konsernya.
Ada alasan kuat mengapa konser tersebut bertajuk 'Yockie Suryo Prayogo in Rock; Menjilat Matahari'. Menurutnya, lagu 'Menjilat Matahari' adalah lagu yang ia buat ketika ia tengah bertanya-tanya tentang betapa sulitnya menyampaikan satu hal.
" 'Menjilat Matahari' itu lagu yang saya buat karena menghadapi persoalan itu (yang dibicarakan di atas) tadi, ini kaitannya dengan manusia-manusia yang tak mampu bicara. Artinya kita kesulitan menyampakan aspirasi kita sendiri yang sebenarnya. Ada sistem politik, ada sistem asimilasi, kultural. Ada masalah intervensi. Macem-macem lah," jelasnya.
Yockie melanjutkan, "Akhirnya saya merasa, saat itu, kok gue jadi susah ya ngomong. Mau menyampaikan apa yang ada di hati kita tuh jadi susah. Ketika kita ngomong A, kamu nangkepnya B. ketika saya ngomong B, kamu nangkepnya lain lagi. Istilah anak sekarang tuh gagal paham."
Menurut Yockie, hal tersebut ada kaitannya dengan perubahan yang ia jelaskan di paragraf-paragraf atas. Tentang bagaimana kemajuan teknologi telah merubah cara hidup dan cara pandang manusia.
Saksikan video soal konser Yockie Suryo Prayogo:
[Gambas:Video 20detik]
(srs/doc)
0 Response to "Yockie Suryo Prayogo Bicara Soal Musik dan Kehidupan"
Posting Komentar