Memetakan Musik Pop di Indonesia

Jakarta - Jeremy Wallach dalam bukunya 'Modern Noise, Fluid Genres' pernah menuliskan pop Indonesia sebenarnya tidak pernah orisinil. Dalam tulisannya, Wallach berpendapat musik pop di Indonesia adalah musik dari negara-negara Barat (Western) dengan lirik berbahasa Indonesia.

Pertanyaan benarkah musik pop Indonesia tidak pernah benar-benar ada menjadi pemabahasan dalam sebuah panel bertajuk 'Pop Indonesia' di dalam rangkaian acara konferensi musik, Archipelago Festival 2017.

Acara tersebut digelar selama dua hari, Sabtu hingga Minggu, 14 dan 15 Oktober 2017 di Soehanna Hall, The Energy Building, SCBD, Jakarta Selatan.


Ada empat pembicara dari panel tersebut, Guruh Soekarno Putra, Yockie Suryo Prayogo, Ade Paloh, dan Mondo Gascaro.

Dalam diskusi tersebut, keempatnya sepakat akar musik pop di Indonesia bermula dari hadirnya keroncong. Keroncong yang lahir di kampung Tugu, Jakarta Utara merupakan bentuk asimilasi budaya Portugis dengan masyarakat Betawi pada saat itu.

Mondo Gascaro bahkan berpendapat, masuknya musik modern di Indonesia merupakan sebegian dari bentuk kolonialisme yang terjadi secara halus.

Mondo GascaroMondo Gascaro Foto: dok. Mondo Gascaro
Sedangkan Yockie Suryo Prayogo mengatakan, yang diadopsi dari musik modern yang ia sebut sebagai 'pasca-tradisional' adalah nada-nada diatonis yang awalnya adalah milik bangsa Eropa.

Menurutnya, nada diatonis menjadi mendunia sejak adanya revolusi industri. "Di abad ke-18 ketika revolusi industri, produk-produk klasik pun dihantam dan tidak boleh menjadi milik satu negara lagi, tapi boleh dibebaskan untuk semua untuk kemudian menjadi komoditas," ujarnya.

Pelarangan Musik 'Ngak Ngik Ngok'

Diskusi tersebut kemudian meluas pada hingga membahas perihal pelarangan musik rock & roll yang dulu disebut sebagai musik 'ngak ngik ngok' oleh Presiden Soekarno.

Para pembicara sepakat, pada masanya, musik tersebut tidak benar-benar dilarang, namun belum diperbolehkan karena masyarakat Indonesia dirasa belum siap untuk menerima musik rock & roll.

Sebagai musisi sekaligus putra dari Bapak Proklamasi tersebut, Guruh Soekarno Putra meluruskan, pada saat pasca kemerdekaan itu Soekarno tengah mencanangkan revolusi untuk Indonesia.

"Bung Karno ingin menjalankan revolusi di segala bidang, maksudnya ua mental, spiritual, pendidikan," terang Guruh.


Sebagai musisi yang mewakili masa sekarang, Mondo Gascaro menyatakan kesetujuannya. Ia berpendapat tidak ada yang salah dengan musik rock & roll. Yang dinilai kurang tepat pada saat itu adalah bagaimana musik masuk dengan cara imperialisme dan kapitalis.

"Bung Karno sadar musik atau pop culture punya kekuatan untuk membangun karakter masyarakatnya. Jika tidak diarahkan dengan benar, maka musik hanya akan menjadi candu-candu hedonisme saja," kata Mondo.

Meski demikian, Ade Paloh berpendapat masuknya musik-musik Barat sebenarnya diperlukan.

"Mungkin pada saat itu memang kita belum siap menerima kultur Barat, karena sedang bagaimana caranya dari Sabang sampai Merauke untuk menyatu, tapi kok dimasukan budaya asing. Tapi di satu sisi kita perlu, agar berprogres. Karena hidup kan harus berprogres," ujar Ade Paloh.
(srs/dar)


Photo Gallery

1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

0 Response to "Memetakan Musik Pop di Indonesia"

Posting Komentar