Sejak dua tahun lalu, Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) tengah mengembangkan proyek bernama Porto Mento. Proyek itu merupakan sistem informasi terpadu yang mendata siapa saja pemilik hak cipta dari sebuah lagu.
Lebih jauh, Porto Mento nantinya akan dapat melacak bila ada lagu yang diputar. Sehingga ketika ada karya yang diputar, penciptanya yang telah mendaftar, akan mendapatkan royalti.
Dalam diskusi sesi kedua di Konferensi Musik Indonesia (KAMI) dengan bahasan Panen Royalti dan Sosialisasi Undang-undang Ekonomi Kreatif, Irfan Aulia Isral dari Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menjelaskan mengenai proyek tersebut.
"Sebenarnya kami mengembangkan ini dengan tujuan, bagaimana dengan perkembangan era digital ini, royalti dapat sampai kepada yang berhak. Karena per stream di bulan Februari, misalnya, dengan per stream di bulan Maret itu hitungannya bisa berbeda. Itu harus di-capture, rate-nya bisa berbeda-beda," jelas Irfan dalam diskusi yang berlangsung di Soreang, Jawa Barat, Sabtu (23/11/2019).
Lebih jauh Irfan menjelaskan, cara orang mendengarkan musik kini telah berubah drastis. Ia menyebut setidaknya ada tiga pembagian waktu, era rilisan fisik, era digital pertama dan era digital kedua.
Di era rilisan fisik, pendengar musik menggunakan uangnya untuk membeli rilisan dalam bentuk piringan hitam, cakram padat (CD), kaset dan lain-lain. Pada era digital yang pertama, orang-orang membeli dan mengunduh lagu dari musisi yang ingin mereka dengarkan lewat penyedia jasa pembelian musik, misalnya iTunes.
Pada era digital yang pertama, muncullah alat pemutar lagu, misalnya mp3 player hingga iPod. Pada masa peralihannya, sejumlah alternatif, misalnya RBT (ring back tone) menjadi sumber pendapatan musisi. Menurut Irfan, yang dibeli tetap lagu atau album dari musisi meski caranya berbeda.
(srs/doc)
0 Response to "Mengenal Porto Mento, Sistem yang Melindungi Hak Cipta dan Royalti"
Posting Komentar